Token air penyelamat warga Uganda | #EcoAfrica


Di Uganda, berbagai inisiatif inovatif kini membantu masyarakat mendapatkan akses air bersih yang lebih mudah dan aman, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan.

Di pedesaan Uganda, sebuah solusi berbasis teknologi diciptakan oleh insinyur perangkat lunak, Ssebina Abdusalam. Ia mengembangkan sistem pembayaran digital melalui token untuk mendapatkan air bersih. Sistem ini memungkinkan warga desa untuk mengaktifkan keran air di sumur bersama dengan memasukkan token yang sudah diisi ulang melalui ponsel. Setiap token memberikan akses hingga 3.000 liter air bersih dengan biaya sekitar satu dolar AS. Biaya ini ditetapkan berdasarkan kesepakatan warga desa, dan dana yang terkumpul digunakan untuk perawatan sumur, dengan dukungan dari organisasi nirlaba SUNDA.

Solusi ini tidak hanya mempermudah akses air bersih, tetapi juga menciptakan keadilan dan transparansi dalam distribusi air. Selain itu, teknologi yang diterapkan oleh Abdusalam memungkinkan pemantauan kondisi sumur secara digital. Data yang diperoleh secara langsung dapat membantu mendeteksi adanya sumur yang perlu diperbaiki dan memberi masukan kepada pemerintah setempat, serta mengawasi potensi penyalahgunaan air.

Di sisi lain, warga perkotaan Uganda, khususnya di Kampala, menghadapi masalah kontaminasi air di sumur-sumur umum. Untuk mengatasi ini, Susan Nakabugo, seorang ibu yang tinggal di daerah tersebut, menggunakan jeriken khusus yang dapat mendisinfeksi air menggunakan sinar matahari. Prosesnya sederhana: air dalam jeriken dibiarkan selama 4-6 jam di bawah matahari. Sinar ultraviolet dan panas yang dihasilkan secara efektif membunuh kuman, sehingga air aman diminum tanpa harus direbus.

Jeriken ini disediakan oleh Ian Calvin Waiswa melalui ‘Program Dukungan dan Filantropi Mahasiswa’, sebuah organisasi nirlaba yang mengajak mahasiswa terlibat aktif dalam membantu komunitas mereka. Jeriken disediakan dengan dukungan perusahaan Swedia, yang sebagian disumbangkan dan sebagian lainnya didanai oleh organisasi Waiswa.

Selain itu, Waiswa juga memberikan alternatif bagi warga saat cuaca mendung, ketika sinar matahari tidak dapat digunakan untuk mendisinfeksi air. Ia menyarankan penggunaan kompor dengan bahan bakar briket dari limbah organik, yang lebih ramah lingkungan daripada kayu bakar. Keluarga Nakabugo kini menggunakan briket ini untuk memasak dan memanaskan air ketika tidak ada sinar matahari.

Menurut data dari UN Water, lebih dari separuh penduduk Uganda, yang berjumlah sekitar 45 juta orang, belum memiliki akses ke air bersih. Sistem-sistem inovatif ini membawa harapan baru bagi warga Uganda, dan membantu negara tersebut mendekati target akses air bersih untuk seluruh warganya pada tahun 2030.

Dengan penerapan teknologi modern dan pendekatan sosial yang melibatkan komunitas, inisiatif Abdusalam dan Waiswa menunjukkan bahwa kolaborasi antara teknologi dan masyarakat lokal dapat menghasilkan perubahan positif yang signifikan, terutama dalam hal kesehatan dan sanitasi di Uganda.

Have any Question or Comment?

Leave a Reply