Peluang Bisnis Pasca Pelantikan Presiden


Peluang bisnis yang muncul di tengah ketidakpastian politik, terutama pada tahun-tahun politik seperti 2024, ketika banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, mengadakan pemilu. Tahun ini, 40 negara di berbagai benua menggelar pemilu, melibatkan sekitar 3,2 miliar orang atau 41% dari populasi dunia, dengan dampak ekonomi global yang cukup signifikan. PDB dari negara-negara ini mencapai sekitar 44% dari total PDB dunia, menciptakan kondisi yang membuat pelaku usaha dan investor global lebih hati-hati. Namun, di balik ketidakpastian politik, terdapat peluang emas bagi bisnis yang cepat dan cerdas mengambil langkah strategis. Perusahaan besar seperti Coca-Cola, Walmart, Tesla, dan Apple pun memanfaatkan momen politik ini untuk mendongkrak keuntungan mereka.

Di tahun politik seperti ini, pelaku bisnis di Eropa, Jepang, dan Korea Selatan cenderung menunda ekspansi dan investasi asing karena kekhawatiran akan perubahan kebijakan pasca-pemilu. Investor asing juga menunjukkan kehati-hatian dengan menunda investasi langsung ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Menurut Andri Asmoro, Kepala Ekonom Bank Mandiri, kekhawatiran ini beralasan karena pemimpin baru mungkin membawa kebijakan yang memengaruhi lingkungan bisnis, seperti regulasi perpajakan atau pembatasan investasi asing.

Namun, berbeda dengan investasi asing yang melambat, investasi domestik tetap stabil, karena pelaku usaha lokal lebih memahami dinamika politik dalam negeri. Banyak perusahaan kecil dan menengah lebih berani mengambil risiko dan bergerak cepat setelah pemilu, karena kecepatan dan kelincahan adalah keunggulan mereka dibandingkan perusahaan besar yang lebih berhati-hati.

Ketika situasi politik stabil, optimisme dunia usaha meningkat, dan indeks kepercayaan industri pada Februari 2024 menunjukkan adanya peningkatan. Sekitar 31,7% pelaku usaha di Indonesia mengaku meningkatkan bisnisnya setelah pemilu, dibandingkan dengan 30,1% pada Januari 2024. Bank Dunia memprediksi ekonomi Indonesia akan tumbuh 5% pada tahun 2024 dan 5,1% pada 2025, dengan Indonesia diproyeksikan sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang pertumbuhannya melampaui level pra-pandemi.

Sejumlah perusahaan besar memanfaatkan momentum tahun politik untuk mengambil posisi pasar. Misalnya, Coca-Cola memanfaatkan reformasi ekonomi Tiongkok pada 1980-an, sementara Walmart merespon kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap Meksiko melalui perjanjian perdagangan bebas NAFTA pada 1990-an. Strategi perusahaan-perusahaan besar ini menunjukkan bahwa di balik ketidakpastian politik, terdapat peluang besar bagi bisnis yang mampu mengambil langkah cepat dan beradaptasi dengan perubahan kebijakan yang mungkin muncul.

Have any Question or Comment?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *