Aku masih ingat hari itu dengan jelas. Matahari tenggelam perlahan di balik bukit, dan udara malam mulai dingin ketika aku memutuskan untuk memberanikan diri naik ke loteng rumah nenek. Rumah tua yang dulu penuh dengan kenangan masa kecil kini terasa berbeda sejak nenekku meninggal. Suasananya lebih sunyi, sepi, dan entah mengapa, menimbulkan perasaan tak nyaman seakan ada sesuatu yang selalu mengawasi gerak-gerikku.
Aku tak pernah berpikir loteng itu menyimpan sesuatu yang penting. Hanya tumpukan barang-barang lama dan kotak-kotak yang berdebu. Namun, di balik semua itu, mataku tertumbuk pada sebuah kotak kayu kecil. Tampak usang, namun ukiran-ukiran di permukaannya jelas bukan ukiran biasa. Di atas kotak itu, tergeletak sebuah kunci emas mungil yang tampak seperti baru, kontras dengan benda-benda lain di sekitarnya yang tampak terlupakan oleh waktu. Aku memungut kunci itu dengan hati-hati, ada perasaan aneh yang tak bisa kujelaskan. Bagian dari diriku merasa takut, tapi rasa ingin tahuku jauh lebih kuat.
Aku membuka kotak kayu itu perlahan. Di dalamnya, tergeletak sebuah buku tua yang tampak rapuh. Halamannya sudah menguning, hampir tak bisa dibaca, namun setiap lembaran dipenuhi oleh tulisan-tulisan aneh, dalam bahasa yang tak pernah kulihat sebelumnya. Di antaranya, ada gambar-gambar simbolis yang semakin membuatku penasaran. Ada sesuatu tentang buku ini yang membuat hatiku berdebar, seolah buku itu menyimpan rahasia besar, rahasia gelap yang tak seharusnya diketahui.
Saat aku mulai membaca, tiba-tiba suasana rumah berubah. Angin berdesir di luar, masuk melalui celah-celah jendela, namun kini bunyinya terasa lebih menakutkan, seperti bisikan halus yang memanggil namaku. Aku merinding. Rasa tak nyaman itu semakin kuat, tapi anehnya, aku tak bisa berhenti membaca.
Malam itu, aku tidak bisa tidur. Aku terbangun berkali-kali oleh suara berbisik yang samar, seolah berasal dari sudut-sudut ruangan. Setiap kali aku membuka mata, bayangan-bayangan aneh bergerak di dinding. Aku tahu ada sesuatu yang salah, tapi aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Saat pagi menjelang, aku memutuskan untuk menyingkirkan buku itu, setidaknya untuk sementara.
Namun, semakin aku menjauh dari buku itu, semakin kuat dorongan untuk kembali membacanya. Ada kekuatan yang menarikku kembali, sebuah magnet gelap yang seolah menguasai pikiranku. Ketika akhirnya aku menyerah dan membuka buku itu lagi, perasaanku semakin kacau. Buku itu mengandung lebih dari sekadar tulisan dan simbol-simbol aneh. Buku itu adalah kunci, kunci menuju sesuatu yang selama ini terpendam.
Pada suatu halaman, aku menemukan simbol yang sama dengan ukiran pada kotak kayu tempat aku menemukan kunci emas itu. Di bawah simbol itu, ada sebuah peringatan yang membuat darahku berdesir: “Jangan buka.”
Aku teringat pada pintu kecil yang pernah kulihat di sudut loteng rumah ini, pintu yang selama ini kuabaikan. Pintu itu selalu terkunci dan tertutup rapat. Mungkinkah ada sesuatu di baliknya yang berhubungan dengan buku ini?
Rasa penasaran mengalahkan logikaku. Dengan buku di tangan, aku menuju loteng lagi. Setiap langkah terasa berat, udara di sekitarku semakin dingin seiring dengan semakin dekatnya aku pada pintu kecil itu. Aku memasukkan kunci emas ke dalam lubangnya, dan dengan derit yang pelan namun menyeramkan, pintu itu terbuka.
Di dalamnya, gelap. Cahaya lampu dari loteng hampir tak bisa menembus ruang di balik pintu. Aku melihat sekeliling dan menemukan sebuah altar batu kecil, di atasnya tergeletak kotak kayu serupa dengan yang sudah kubuka sebelumnya. Ruangan itu dipenuhi debu dan sarang laba-laba, namun lebih dari itu, ada sesuatu di sana. Sesuatu yang tak bisa kulihat, tapi aku bisa merasakannya. Kehadirannya membuat bulu kudukku berdiri.
Aku mendekati altar itu perlahan. Tiba-tiba, lampu-lampu di loteng berkedip, dan suasana menjadi semakin menakutkan. Dingin merambat dari punggungku, dan bisikan-bisikan yang sebelumnya hanya samar, kini terdengar jelas. Ada sesuatu yang terbangun, sesuatu yang selama ini tertidur di balik pintu itu. Dan kini, ia mengamatiku.
Aku ingin lari, namun kakiku seolah terpaku di tempat. Kegelapan di sekitar altar semakin pekat, dan bayangan-bayangan mulai bergerak di sudut-sudut ruangan. Aku merasa seperti dikelilingi oleh kekuatan yang tak terlihat, kekuatan yang jauh lebih besar dan lebih tua dari yang bisa kubayangkan.
Aku akhirnya berlari, meninggalkan loteng itu dengan napas terengah-engah. Saat aku menutup pintu kecil itu kembali, aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak pernah membukanya lagi. Tapi aku tahu, ini belum berakhir. Kegelapan yang telah kubangkitkan tidak akan pergi begitu saja. Dan aku harus menemukan cara untuk menenangkannya, sebelum semuanya terlambat.
Hari-hari berikutnya adalah mimpi buruk. Bayangan-bayangan dan bisikan-bisikan itu terus menghantui setiap malamku. Aku tahu bahwa aku telah menyentuh sesuatu yang tidak seharusnya kusentuh. Sesuatu yang kuno, jahat, dan tak terhingga kekuatannya. Satu-satunya harapanku adalah menemukan jawabannya sebelum semuanya benar-benar terlambat.
Dengan tekad yang tersisa, aku kembali ke perpustakaan kota untuk mencari jawaban. Buku-buku sejarah kuno menjadi pilihanku, dan di sanalah aku menemukan buku yang tampaknya bisa membantuku. Judulnya “Ritual dan Simbol Kuno: Panduan untuk Pemula.” Ketika aku membuka halaman demi halaman, aku menemukan simbol-simbol yang sama seperti yang ada di buku tua itu. Penjelasan dalam buku ini mengatakan bahwa simbol-simbol itu adalah bagian dari ritual kuno untuk memanggil kekuatan gelap dari dunia lain.
Aku mulai menyadari keseriusan situasi ini. Ritual-ritual dalam buku itu bukan sekadar legenda atau mitos. Mereka nyata, dan kekuatan yang dipanggilnya bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng. Aku tahu, aku harus menghentikannya sebelum semuanya terlambat.
Kini, hanya ada satu jalan. Aku harus kembali ke loteng dan menutup portal yang telah kubuka. Tapi kali ini, aku lebih siap. Aku membawa buku ritual dan simbol kuno itu bersamaku, berharap bisa menemukan cara untuk menutup segala sesuatu yang telah kubangkitkan. Ketika aku sampai di depan pintu kecil itu lagi, hatiku berdebar-debar. Aku membuka pintu dengan hati-hati dan melangkah masuk ke dalam kegelapan, siap menghadapi apapun yang menunggu di sana.
kanalesia.com | Bringing the knowledge you need