Menteri Keuangan Sri Mulyani baru saja melakukan perubahan penting dalam struktur perpajakan Indonesia. Langkah ini bertujuan untuk mewujudkan asas keadilan sosial, di mana mereka yang berpenghasilan tinggi dikenakan pajak lebih besar, sementara masyarakat berpenghasilan rendah mendapatkan keringanan. Berikut adalah poin-poin utama dari reformasi perpajakan ini, serta analisis dampaknya terhadap kelompok masyarakat.
Perubahan Tarif Pajak Penghasilan (PPh)
-
Kenaikan Tarif Maksimum
Tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak dengan penghasilan kena pajak (PKP) di atas Rp5 miliar per tahun naik dari 30% menjadi 35%. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kontribusi kelompok kaya terhadap pendapatan negara. -
Keringanan untuk Penghasilan Rendah
Tarif pajak 5% yang sebelumnya berlaku untuk PKP Rp0–50 juta kini diperluas menjadi Rp0–60 juta. Perubahan ini mengurangi beban pajak bagi mereka yang berpenghasilan relatif rendah.
Contoh:
Jika sebelumnya PKP Rp60 juta dikenakan tarif 15%, sekarang hanya dikenakan tarif 5%, sehingga pengeluaran pajak menjadi lebih ringan.
Logika di Balik Kebijakan Baru
Secara teori, kebijakan ini tampak masuk akal:
- Orang kaya, dengan penghasilan besar, membayar pajak lebih tinggi.
- Orang dengan penghasilan kecil mendapatkan perlindungan lebih besar melalui tarif pajak yang lebih rendah.
Namun, kenyataannya tidak sesederhana itu. Perbedaan antara teori dan praktik perpajakan terutama terjadi pada kelompok wajib pajak yang berada di level atas.
Masalah Utama: Pengusaha dan Optimalisasi Pajak
Kebijakan ini menghadapi tantangan besar karena banyak pengusaha kaya yang mampu memanfaatkan celah perpajakan. Berikut adalah dua cara umum mereka mengurangi beban pajak:
-
Tax Engineering
Pengusaha memanfaatkan biaya perusahaan untuk menurunkan profitabilitas, sehingga pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil. Contohnya:- Membeli aset seperti mobil mewah (contoh: Alphard) menggunakan uang perusahaan. Sebagian biaya ini dapat dikategorikan sebagai depresiasi yang mengurangi laba kena pajak.
- Pengeluaran pribadi, seperti perjalanan dinas atau hiburan, sering kali dimasukkan sebagai biaya operasional perusahaan.
-
Penggunaan Pajak Final dan Insentif Perpajakan
Beberapa sektor usaha dikenakan PPh Final berdasarkan omzet, tanpa memperhatikan laba. Hal ini membuat pengusaha yang cerdas mengoptimalkan struktur pendapatan mereka untuk masuk ke kategori yang lebih menguntungkan secara pajak.
Kelompok yang Terdampak
-
Lapisan Penghasilan Rendah (Tarif 5% dan 15%)
- PKP: Rp0–250 juta/tahun
Kelompok ini membayar pajak penghasilan relatif kecil dan sebagian besar kontribusi mereka berasal dari PPN saat berbelanja barang dan jasa.
- PKP: Rp0–250 juta/tahun
-
Lapisan Menengah ke Atas (Tarif 25% dan 30%)
- PKP: Rp250 juta–5 miliar/tahun
Kelompok ini mencakup individu dengan penghasilan besar namun tetap bekerja sebagai karyawan atau profesional. Mereka tidak memiliki fleksibilitas untuk mengatur struktur pendapatan.
- PKP: Rp250 juta–5 miliar/tahun
-
Lapisan Kaya (Tarif 35%)
- PKP: Di atas Rp5 miliar/tahun
Individu dalam kelompok ini umumnya adalah eksekutif tingkat tinggi atau pengusaha sukses. Mereka memiliki sumber daya untuk mengurangi beban pajak melalui mekanisme legal seperti yang telah dijelaskan.
- PKP: Di atas Rp5 miliar/tahun
-
Super Kaya dan Pengusaha
Kelompok ini sering kali membayar pajak lebih kecil dibandingkan kelompok lain secara persentase. Hal ini terjadi karena:- Mereka dapat menentukan besaran gaji mereka sendiri (biasanya rendah untuk menghindari pajak PPh pribadi tinggi).
- Keuntungan perusahaan dianggap sebagai bagian dari kekayaan mereka tanpa dikenakan tarif pajak individu.
Solusi untuk Keadilan Pajak
Untuk menciptakan keadilan yang lebih baik, beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan adalah:
-
Memperketat Pengawasan Pajak
Pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap pengusaha besar yang sering memanfaatkan celah perpajakan. -
Mengurangi Insentif Tidak Efektif
Evaluasi kebijakan insentif pajak yang berpotensi mengurangi penerimaan negara tanpa manfaat signifikan. -
Memperkuat Sistem Pencatatan dan Transparansi
Teknologi digital dapat digunakan untuk memastikan setiap transaksi tercatat dengan baik, sehingga meminimalkan manipulasi data. -
Pendidikan Pajak untuk Semua
Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya membayar pajak dapat menciptakan kepatuhan yang lebih tinggi.
Kesimpulan
Reformasi perpajakan oleh Sri Mulyani adalah langkah maju dalam menciptakan keadilan sosial. Namun, efektivitas kebijakan ini bergantung pada implementasi yang tepat dan kemampuan pemerintah untuk mengatasi celah perpajakan yang sering dimanfaatkan oleh kelompok kaya dan pengusaha besar. Dengan pengawasan yang ketat dan sistem yang lebih transparan, kebijakan ini berpotensi membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
kanalesia.com | Bringing the knowledge you need