
1. Alan Turing dan Tes Turing: Dasar Pemikiran tentang AI
- Alan Turing, yang dikenal sebagai bapak ilmu komputer dan kecerdasan buatan, memperkenalkan konsep mesin yang dapat berpikir atau berfungsi seperti otak manusia. Pada masa Perang Dunia II, Turing menciptakan Bombe, mesin yang berhasil memecahkan kode rahasia Jerman dan membantu Sekutu memenangkan perang.
- Setelah perang, Turing mempertanyakan apakah mesin bisa “berpikir” dan menulis makalah yang sangat berpengaruh. Salah satu hasil dari pemikirannya adalah Turing Test, yang bertujuan untuk menguji apakah sebuah mesin bisa berinteraksi dengan manusia dengan cara yang tidak bisa dibedakan dari manusia asli.
- Turing Test ini melibatkan sebuah percakapan teks antara manusia dan mesin. Jika manusia tidak bisa membedakan mana yang berbicara sebagai manusia dan mana yang mesin, maka mesin tersebut dianggap memiliki kecerdasan buatan.
- Turing bertanya, “Bisakah mesin berpikir?” dan menciptakan alat untuk mengujinya, yang meskipun belum sepenuhnya dicapai dalam konteks praktis, tetap menjadi dasar pemikiran tentang AI modern.
2. Pengenalan Expert System dan AI Awal
- Pada tahun 1980-an, AI mulai masuk ke dalam pengembangan Expert System, sistem komputer yang berfungsi untuk meniru cara berpikir manusia dalam memecahkan masalah. Salah satu contoh yang paling terkenal adalah MYCIN, sebuah sistem yang dapat mendiagnosis penyakit berdasarkan gejala yang diberikan.
- Sistem ini bekerja dengan aturan berbasis pengetahuan, yaitu sistem yang memiliki seperangkat aturan dan pengetahuan yang dapat digunakan untuk membuat keputusan.
- Keterbatasan: Meskipun expert system ini sangat revolusioner pada saat itu, ia memiliki keterbatasan besar: ia bergantung pada basis data yang terbatas dan membutuhkan pengetahuan yang sangat terstruktur. Jika data yang diberikan tidak lengkap atau tidak ada aturan untuk kondisi tertentu, maka AI tidak dapat memberikan solusi.
3. AI Winter: Periode Ketidakpastian dalam Pengembangan AI
- Setelah kegagalan berbagai eksperimen AI pada 1970-an hingga 1980-an, terjadi apa yang disebut dengan AI Winter. Ini adalah periode di mana banyak investor dan ilmuwan kehilangan harapan terhadap AI karena hasil yang tidak sesuai dengan ekspektasi.
- Masalah teknis utama saat itu adalah keterbatasan hardware dan biaya tinggi untuk pengembangan sistem AI yang kompleks. Komputer pada waktu itu terlalu lambat dan kapasitas memori terlalu kecil untuk menangani jumlah data yang dibutuhkan untuk AI yang lebih canggih.
- Akibatnya, banyak proyek AI dihentikan sementara waktu, dan dana untuk penelitian AI mulai menurun.
4. Bangkitnya AI dengan Kekuatan GPU dan Deep Learning
- Pada awal 2000-an, dunia AI mulai bangkit kembali berkat kemajuan dalam grafik prosesor unit (GPU). GPU, yang awalnya digunakan untuk rendering gambar komputer, memiliki kapasitas komputasi yang luar biasa besar dan lebih efisien dalam melakukan perhitungan paralel, yang sangat penting untuk pelatihan model AI besar.
- Deep Learning: Konsep deep learning muncul sebagai bagian dari pembelajaran mesin yang menggunakan neural networks dengan banyak lapisan (disebut “deep neural networks”). Dengan ini, AI dapat belajar dan memahami data dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada sebelumnya.
- Model Neural Network: Ini adalah sistem yang meniru cara otak manusia bekerja. Setiap unit dalam jaringan berfungsi seperti neuron, yang menerima informasi, memprosesnya, dan mengirimkan hasil ke unit lain. Model ini dapat belajar dari data yang sangat besar, mengenali pola, dan bahkan membuat prediksi.
- Keuntungan: GPU memungkinkan untuk mengolah data lebih cepat, membuat pelatihan AI jauh lebih efektif. Ini juga memungkinkan AI untuk belajar langsung dari data besar tanpa perlu aturan eksplisit, seperti yang ada pada expert system.
5. Cara Kerja ChatGPT: Model Transformer dan Prediksi Kata
- ChatGPT menggunakan teknologi yang dikenal sebagai Transformer model, yang pertama kali diperkenalkan pada 2017 oleh Google dalam makalah berjudul “Attention is All You Need”. Model Transformer ini mengubah cara AI memproses data, terutama dalam urusan bahasa alami.
- Self-Attention Mechanism: Transformer menggunakan mekanisme yang disebut self-attention, yang memungkinkan model untuk melihat seluruh konteks kalimat atau percakapan, bukan hanya kata demi kata secara berurutan. Ini membuatnya sangat efektif dalam menangani urutan kata yang panjang dan memahami konteks kalimat secara keseluruhan.
- Positional Encoding: Karena Transformer tidak memproses data secara berurutan seperti model sebelumnya (misalnya, RNN), maka digunakan positional encoding untuk memberi model informasi tentang urutan kata dalam kalimat.
- Prediksi Kata: ChatGPT dan model sejenis bekerja dengan memprediksi kata berikutnya berdasarkan pola data yang telah dilatih. Misalnya, jika kita menulis “Saya suka makan…”, model akan mencoba memprediksi kata berikutnya yang paling logis, misalnya, “nasi”, “pizza”, atau “es krim”, berdasarkan seberapa sering kata tersebut muncul dalam konteks sebelumnya.
- Training Data: Proses pelatihan ChatGPT melibatkan miliaran teks dari berbagai sumber (seperti buku, artikel, dan percakapan). Model ini tidak memahami kata-kata atau makna secara literal, melainkan memprediksi apa yang akan datang berikutnya berdasarkan pola yang telah dipelajari.
6. Kelebihan dan Kekurangan AI
- Kelebihan:
- Kecepatan dan Efisiensi: AI dapat memberikan jawaban dengan sangat cepat, bahkan di topik yang kompleks, hanya dalam hitungan detik. ChatGPT dapat mencari tahu berbagai topik tanpa perlu proses berpikir yang lama.
- Kemampuan Meniru Bahasa Manusia: Dengan model Transformer, ChatGPT bisa menghasilkan percakapan yang sangat mirip dengan manusia, termasuk penggunaan tata bahasa yang tepat, struktur kalimat yang alami, dan bisa beradaptasi dengan konteks percakapan.
- Kekurangan:
- Data Salah: Jika data pelatihan AI mengandung informasi yang salah atau bias, maka AI bisa memberikan jawaban yang keliru. Misalnya, jika AI dilatih dengan informasi yang tidak akurat, outputnya akan mencerminkan ketidakakuratan tersebut.
- Tidak Memiliki Akal Sehat: AI tidak dapat berpikir atau memutuskan dengan cara manusia. AI tidak memahami sebab akibat secara mendalam, dan karena itu bisa memberikan jawaban yang keliru jika ada kondisi yang tidak sesuai dengan pola yang telah dipelajari.
- Kesalahan dalam Konten yang Rumit: Meskipun AI sangat bagus dalam memberikan jawaban yang terdengar cerdas, dalam beberapa kasus yang sangat teknis atau kompleks, AI bisa salah besar karena tidak bisa berpikir kritis.
7. Mengapa Kita Percaya pada AI
- Kecepatan: AI dapat memberikan informasi dalam hitungan detik, yang sangat menguntungkan untuk mencari jawaban cepat. Misalnya, kita bisa menanyakan sesuatu tentang topik yang sangat spesifik dan mendapatkan jawaban hampir instan.
- Jawaban yang Terasa Cerdas: Meskipun jawabannya hanyalah hasil dari pola data, cara AI merangkai kata-kata sering kali terdengar seperti pendapat profesional, sehingga kita merasa yakin dan percaya.
- Kenikmatan dan Kepraktisan: Ketika AI menjawab dengan benar, itu sangat membantu. Bahkan ketika salah, kita sering kali menganggapnya sebagai bagian dari proses dan cenderung tertawa atau tidak terlalu serius.
8. Kesimpulan: AI sebagai Alat yang Cerdas, Tapi Bukan Pengganti Manusia
- AI, seperti ChatGPT, adalah alat yang sangat canggih yang bisa membantu manusia dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari menyelesaikan pekerjaan rumah, menjawab pertanyaan, hingga membantu pengambilan keputusan.
- Namun, meskipun AI sangat pintar dalam beberapa hal, ia tetap memiliki batasan karena tidak memiliki kesadaran diri atau akal sehat manusia. Oleh karena itu, AI harus digunakan dengan bijaksana, dan kita harus tetap kritis terhadap informasi yang diberikannya.
Jadi, meskipun AI seperti ChatGPT sangat canggih dan memiliki kemampuan yang luar biasa, tetap saja kita harus memahami batasan dan kekurangannya. Menggunakan AI secara bijak bisa sangat menguntungkan, tetapi ketergantungan sepenuhnya tanpa pemahaman yang tepat bisa berisiko.
kanalesia.com | Bringing the knowledge you need