Perkembangan terbaru dari kelompok ekonomi BRICS, yang semula hanya terdiri dari Brasil, Rusia, India, dan China, kemudian menambahkan Afrika Selatan, hingga akhirnya mencakup lebih banyak negara di 2024, seperti Iran, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab. Pertemuan terakhir BRICS diadakan di Kazan, Rusia, sebagai tuan rumah, dan ini mengundang perhatian global, termasuk rumor bahwa Indonesia berpotensi menjadi anggota baru.
Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan BRICS
BRICS terbentuk pada 2006 dengan tujuan menciptakan aliansi ekonomi bagi negara-negara berkembang untuk menyeimbangkan dominasi negara-negara Barat dalam sistem finansial global. BRICS mulai dikenal secara internasional setelah Afrika Selatan bergabung pada 2010, sehingga berubah dari “BRIC” menjadi “BRICS.” Aliansi ini bertujuan untuk mendukung kemandirian ekonomi negara-negara anggotanya dan mengurangi ketergantungan pada sistem yang didominasi oleh dolar AS.
Sebagai bagian dari tujuan ini, BRICS membentuk New Development Bank (NDB), yang berfungsi sebagai alternatif dari lembaga-lembaga keuangan global seperti IMF dan World Bank. NDB menyediakan pembiayaan untuk proyek infrastruktur dan pembangunan di negara-negara anggotanya, yang sering kali merasa sistem Barat tidak selalu menguntungkan atau relevan dengan kebutuhan mereka. Pembentukan NDB mencerminkan keinginan BRICS untuk lebih mandiri dalam pembiayaan proyek ekonomi, tanpa harus tunduk pada syarat-syarat pinjaman Barat.
Potensi Dampak Global dari Perluasan BRICS
Seiring pertumbuhan BRICS, negara-negara ini sekarang mewakili hampir setengah dari populasi dunia, yaitu sekitar 3,5 miliar orang, serta menyumbang 26% dari total ekonomi dunia. Populasi besar ini membuat BRICS memiliki daya tawar yang kuat. Ekonomi yang didominasi oleh dolar AS membuat negara-negara berkembang rentan terhadap fluktuasi nilai tukar dan kebijakan ekonomi AS. Dengan ekonomi yang berpusat pada dolar, beberapa negara BRICS mengalami kesulitan dalam membayar utang luar negeri karena harus menukar mata uang lokal mereka ke dolar, sehingga mengurangi stabilitas ekonomi domestik.
Negara-negara besar seperti Rusia dan China menyatakan keprihatinan mereka tentang dominasi dolar AS, karena hal ini menimbulkan ketergantungan dan mengurangi kedaulatan ekonomi mereka. Misalnya, Rusia sebagai eksportir minyak terbesar, berencana untuk mengurangi transaksi dalam dolar dengan mengalihkan perdagangan energi ke mata uang lokal atau mata uang bersama di BRICS.
BRICS dan Tantangan Masa Depan
Meskipun dominasi ekonomi global masih dikuasai oleh negara-negara maju, BRICS berpotensi menjadi kekuatan ekonomi yang lebih signifikan dalam beberapa dekade mendatang. Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara di Eropa, sedang menghadapi masalah demografi dengan pertumbuhan populasi yang stagnan. Populasi yang menua di negara-negara ini dapat melemahkan kekuatan ekonomi mereka di masa depan. Sebaliknya, banyak negara di BRICS yang memiliki populasi yang relatif lebih muda dan angka kelahiran yang lebih tinggi, memberikan peluang untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Namun, keberhasilan BRICS dalam menciptakan sistem ekonomi yang benar-benar independen dari dominasi dolar masih tergantung pada kemampuan mereka untuk menciptakan mekanisme keuangan dan perdagangan yang solid. Meskipun tujuan untuk memperkenalkan mata uang bersama dalam transaksi perdagangan semakin jelas, implementasinya akan menghadapi tantangan teknis dan diplomatik.
kanalesia.com | Bringing the knowledge you need